Kamis, 14 Oktober 2010

indahnya indonesia tanpa korupsi

Sewaktu saya bekerja sebagai tenaga pengajar di suatu sekolah yang sedikit tertinggal dari sekolah lain pada umumnya,saya merasa iba melihat kondisi sekolah yang orang bilang “ala kadarnya”. Karena, di kota yang sebesar ini dan di era yang bisa di bilang modern ini masih ada saja sekolah yang tertinggal baik dari segi fisik, fasilitas penunjang yang sangat minim dan akses menuju sekolahnya yang harus di tempuh dengan berjalan kaki sejauh 1 sampai 1,5 km, atau bisa juga menggunakan trasportasi ojek dengan biaya yang relatif mahal untuk ukuran anak sekolah. Betapa tidak, karena sekolah yang siswanya hanya berjumlah kurang lebih sekitar 58 siswa itu keseluruhannya berasal dari kalangan keluarga dengan keterbatasan ekonomi yang cukup membuat kita terenyuh, terutama saya sendiri pada khususnya yang berada di antara mereka.
Ironis memang jika mengingat dan melihat pembangunan struktur kota yang bisa dikatakan berkembang cukup pesat. tetapi masih ada satu hal besar yang sering terabaikan dimana hal tersebut justru adalah merupakan aset terpenting untuk dapat mengembangkan dan memajukan bangsa ini,
Ya benar, hal itu adalah Pendidikan.
PENDIDIKAN, bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan pasti sangat mengenal dan sering mendengar istilah Pendidikan. Tetapi hanya sebagian kecil dari mereka yang paham benar arti penting dan nilai Pendidikan itu sendiri dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Lain halnya dengan masyarakat pedesaan yang masih sangat jauh tertinggal dari masyarakat perkotaan baik dari segi ekonomi, dan masalah pendidikan itu sendiri.
Dikarenakan minimnya tenaga pengajar yang kurang pensosialisasian. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor besar yang saling menyalahkan. Pertama adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap tenaga pengajar. Kedua kurangnya nasioanlisme dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Menyebabkan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan yang kurang merata sehingga masih banyak daerah yang belum tersentuh dengan baik, khususnya pedesaan yang masih memegang budaya lama, dengan istilah “sumur, dapur dan kasur” yang sangat diskriminatif terhadap kaum hawa.
Jika pemerintah bisa memeratakan pendidikan di seluruh daerah di Indonesia sampai ke pelosok daerahnya, maka kemungkinan untuk Indonesia menemukan titik terang untuk berkembang menjadi negara maju semakin terbuka lebar.
Masyarakat tidak hanya sebatas mengenal kata “pendidikan dan program pendidikan wajib belajar 12th”. Tetapi mengerti dan memahami pentingnya pendidikan untuk pembangunan, menata hidup, meningkatkan taraf hidup untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara pada umumnya.
Tetapi apa yang kita lihat, dengar dan rasakan berbanding terbalik.
Buktinya ???
Sekarang jika saya boleh bertanya kepada anda, berapa banyak siswa berprestasi dari latar belakang keluarga kurang mampu yang dapat melanjutkan sekolah dan berapa banyak siswa berprestasi dari latar belakang keluarga mampu yang dapat melanjutkan sekolah??? Ditambah dewasa ini pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar 200 triliun rupiah dari APBN untuk Dana Pendidikan.
Tapi justru sekarang lebih banyak siswa yang berprestasi ataupun sekedar mampu untuk sekolah yang berlatar belakang keluarga mampu atau lebih dari cukup yang mampu melanjutkan sekolah. Dan yang membuat saya merasa prihatin adalah anak-anak yang tidak mempergunakan fasilitas menunjang dari latar belakang keluarga mampu untuk bersekolah dengan baik. Padahal di luar sana masih banyak anak-anak Indonesia yang terpaksa putus sekolah karena kendala materil maupun moril dari pihak internal maupun eksternal yang sesungguhnya anak itu kapabilitasnya sama atau bahkan melebihi kapabilitas dari anak-anak yang berlatar belakang keluarga mampu.
Lalu kemana larinya 200 Triliun yang sudah dianggarkan Negara untuk pendidikan?
Kemana?
Kenapa masih saja ada anak putus sekolah, padahal sudah jelas Negara menganggarkan 200 Triliun untuk pendidikan?
Timbul kecurigaan terhadap adanya “Penyelewengan Dana” yang membuat dana tersebut tidak tersalurkan dengan baik sehingga pendidikan kurang merata.
Siapakah pelaku Penyelewengan Dana tersebut???
Bahwasannya masyarakat pada umumnya hanya mengetahui yang mampu melakukan penyelewengan dana adalah orang-orang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan kekuatan dalam artian jabatan dan uang, ditambah bobroknya moral dan akidah akhlah dari manusia itu sendiri yang melakukannya baik terpaksa ataupun dengan senang hati dan mengabaikan kaidah agama.
Seperti yang terkandung dalam ayat-ayat berikut:
Dalam islam Islam disebutkan :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. Hendaklah penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya…” (QS al-Baqarah [2]: 282).
” Siapa saja yang berbuat curang, maka pada Hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. (QS Ali Imran [3]: 161).


Dalam agama Kristen disebutkan :
”Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” (1Ti 6:10).
Lain halnya dalam agama Buddha
Di dalam Anguttara Nikaya IV:285, Buddha menjelaskan
Ditthadhammikatthapayojana (hal-hal yang berguna pada saat sekarang), yang intinya menganjurkan seseorang untuk rajin dan bersemangat dalam mencari nafkah dengan cara yang benar, dengan pergaulan yang baik sehingga ia tidak mudah terjerumus ke lingkungan yang buruk. Dengan sikap hidup yang penuh semangat dan rajin, tentunya seseorang tidak akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar